Oleh: Abdul Khamid, M.Pd.
Rektor IAI Al-Fatimah Bojonegoro
Umpama, “Semut berjalan di atas batu hitam. Sunyi, sepi dan hening. Rembulan malam tak tampak cahayanya.” Itulah gambar peradaban yang tidak dikenal. Ia berada di negeri antah berantah yang tak punya nama. Abjad belum ada. Ia hanya aksara bisu, tanpa huruf dan angka serta tanda.
Irama alam menggugah jiwa insani untuk berguru pada semesta. Dahulu, di era 4.000-5.000 tahun yang lalu, peradaban Mesir muncul di lembah Sungai Nil di Afrika Utara. Di sana ditemukan berupa tulisan Hieroglyph pada dinding kuburan para Firaun Mesir kuno. Lalu, peradaban Mohenjodaro dan Harappa di lembah Sungai Indus juga meninggalkan tulisan khas mereka. Kemudian muncul pula Cina dengan tulisan dalam bahasa Mandarin-nya.
Dilanjutkan dengan Peradaban Yunani dan Romawi dengan tulisan Romawi dan tulisan latinnya. Serta peradaban Arab Islam dengan tulisan Arabnya. Selain itu, peradaban Sumeria dan Babilonia muncul di Sungai Eufrat dan Tigris (Iraq sekarang). Ini merupakan peradaban tertua dengan meninggalkan “tulisan paku” pada prasasti batu dan lempengan tanah liat kuning, bangunan, dan barang-barang kuno. Termasuk juga aksara lokal yang ada di daerah di Indonesia, seperti salah satu aksara daerah yakni aksara incung di Kerinci yang tertulis di tanduk kerbau, bambu, dinding rumah tradisional dan lain sebagainya.
Dari kenyataan faktual di atas, peradaban dibangun dari aksara dan literasi. Maka semua penghuni dunia yang ada di negara, propinsi dan kabupaten mempunyai peran untuk menggairahkan semangat zamannya untuk menata peradaban yang hampir punah ini. Supaya dunia tahun bahwa di tempat ia hidup peradabannya masih ada, belum punah. Jadi, peradaban bisa tumbuh dan berkembang selama ada “aktor” peradaban yang menggerakkannya dengan “tradisi keilmuan” dan “gerakan keilmuan”, serta menggairahkan budaya literasi dengan membaca, menulis, dan berdiskusi serta penelaahan berbagai sumber ilmu.
Di dalam sebuah perguruan tinggi, dosen merupakan aktor utama dalam membangun sebuah peradaban. Mengapa harus dosen? Karena pemikiran, ide atau gagasan merekalah yang mampu mempengaruhi mahasiswa serta masyarakat dengan pemikiran-pemikiran dan tindakan melalui karya tulis. Selain itu, tradisi keilmuan yang mereka lalukan berkembang dengan baik serta khazanah kepustakaan yang melimpah, yang menjadi sarana untuk menggali, mengkaji, meneliti, lalu ditulis dan dikembangkan, serta disebarkan pada masyarakat luas. Sehingga buku (termasuk e-book) yang ditulis yang disebarluaskan itu menjadi rekaman peradaban mereka di saat itu dan di masa yang akan datang. Juga menjadi referensi semua kalangan dalam mencerahkan peradaban dan meneguhkan keadaban privasi dan publik.
Konklusinya, peradaban bisa muncul dari mana saja, tanpa membedakan wilayah, tempat dan zaman. Tergantung sejauhmana jangkauan “jangkar” peradaban itu mampu menggapai kegemilangan melalui “aktor” peradaban yang berkarakter ulul albab, yang sering kita sebut dengan panggilan dosen.
Terkait dengan dosen, salah satu tantangan terbesar saat ini adalah peningkatan kualitas dan kewenangan akademik dosen yang diindikasikan dengan jabatan fungsional. Misalnya, proporsi dosen dengan jabatan asisten ahli, lektor, lektor kepala, bahkan guru besar masih sangat perlu ditingkatkan.
Jika kita berpikir jernih, peningkatan jabatan fungsional ini bukanlah tujuan, tetapi dampak karena dosen mengerjakan pekerjaan-rumahnya dengan baik. Pekerjaan rumah tersebut terwujud dalam bentuk pengajaran, riset, pengabdian kepada masyarakat, dan dakwah islamiah.
Status dosen seharusnya tidak lagi sebatas profesi, tetapi sebagai komitmen dan tugas peradaban. Memang untuk sebagian orang, ungkapan ini terkesan utopis. Namun kita harus ingat, itulah tugas sejarah perguruan tinggi sejak dilahirkan. Tugas perguruan tinggi adalah mengembangkan pengetahuan melalui riset, menyebarkan pengetahuan melalui pengajaran dan publikasi, dan mengaplikasikan pengetahuan melalui layanan publik.
Seorang dosen tidak hanya dituntut untuk mentransformasi keilmuannya pada para mahasiswa, tetapi juga menjalankan tri dharma perguruan tinggi secara utuh, yakni Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengembangan, dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Peran dosen yang sangat luas ini membuatnya menjadi unsur yang signifikan dalam pendidikan di perguruan tinggi.
Dosen adalah profesi yang mulia. Mereka punya peran penting dalam kesuksesan pendidikan tinggi mahasiswanya. Peran mereka yang sangat luas, jika dipenuhi dengan baik, akan turut serta membangun generasi berkualitas yang akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan bangsa.