Post-Ramadhan Financial Stres
Oleh: Abdul Khamid, M.Pd.
Rektor IAI Al-Fatimah Bojonegoro
Lebaran atau hari raya Idul Fitri yang akan kita lalui sebentar lagi adalah momen penting dalam tradisi Islam yang dirayakan oleh umat Muslim di seluruh dunia. Momen tersebut dipenuhi kegembiraan dan kesyukuran setelah menyelesaikan ibadah puasa selama bulan Ramadan. Puasa sebagai titik puncak menggembleng diri dan proses menuju kefitrian, ber-ending pada hari raya Idul Fitri. Lebaran idul fitri sendiri ditandai dengan tradisi silaturahim atau anjang sana serta mudik ke kampung halaman untuk bermaaf-maafan ke handai tolan, tetangga dan para sahabat.
Setelah sebulan berpuasa, Idulfitri seharusnya menjadi refleksi atas pencapaian spiritual menjadi bertaqwa. Namun, terlihat bergeser dari momentum penyucian diri menjadi ajang konsumsi berlebihan. Fenomena Lebaran Sale yang ditandai dengan pembelian baju baru, makanan, kue-kue khas Idulfitri, hingga kebutuhan konsumsi lainnya menunjukkan bagaimana Idulfitri telah menjadi momentum puncak dalam perilaku konsumsi masyarakat Muslim. Dalam konteks Idulfitri, membeli baju baru sering kali diikuti dengan belanja perhiasan, sepatu, tas, bahkan renovasi rumah agar tampak lebih “mewah” di hari raya.
Dalam konteks kemodernan hari ini, memang tradisi agama sendiri tidak bisa lepas dari setting sosialnya. Artinya ada sejumlah aktor dan para pihak yang menjadikannya sebagai suatu social commodity. Oleh sebab itu, di satu sisi menciptakan efek hedonisme dan konsumerisme, namun bagusnya mampu mengungkit perputaran roda ekonomi. Ada mobilitas ekonomi dari kota ke desa dengan adanya fenomena mudik. Dengan demikian, secara faktual bahwa upaya meredam diri dari hawa nafsu duniawi untuk menuju ke suci diatas, akhirnya juga terdistorsi dengan rayuan-rayuan iklan baju baru dan segala macamnya. Artinya bahwa spirit ‘suci’ tersebut pada prakteknya merupakan sesuai yang lumrah atau sesuatu yang profan.
Dari penjelaskan diatas dapat kita tangkap bahwa, meningkatnya konsumsi selama Ramadhan dan Idulfitri berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Namun demikian pola konsumtif yang tidak terkendali bisa berimplikasi pada ketidakseimbangan finansial individu dan keluarga. Perilaku konsumtif yang berlebihan sering kali membuat masyarakat terjerat dalam utang konsumtif pasca-Idulfitri. Fenomena ini disebut dengan Post-Ramadhan Financial Stress, di mana banyak individu mengalami tekanan finansial akibat pengeluaran berlebihan selama Ramadhan dan Idulfitri.
Dalam Islam, keseimbangan dalam konsumsi sangat ditekankan. Ayat tersebut secara langsung menjelaskan tentang pentingnya pengelolaan keuangan dengan bijak. Di jelaskan di dalam Al-Qur’an Surah Al-Isra’ ayat 27, Allah SWT berfirman:
اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِۗ وَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا ٢٧
“Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya”.
Ramadhan dan Idulfitri pada dasarnya telah mengajarkan keseimbangan antara konsep spiritualitas dan konsep urupan (ekonomi), Untuk menjaga keseimbangan antara spiritualitas dan konsumsi, perlu ada edukasi dan kesadaran sosial yang lebih luas. Diantaranya melalui Financial Planner dalam berumah tangga, menjadi titik awal dalam membantu umat Muslim mengelola keuangan dengan bijak dan menghindari konsumsi berlebihan selama Ramadhan dan Idulfitri. Kedua, perlu didorong kesadaran berkelanjutan dalam konsumsi, seperti berbuka puasa dengan menu sederhana dan menerapkan low waste guna mengurangi pemborosan makanan, sejalan dengan ajaran Islam yang menentang perbuatan israf (berlebih-lebihan). Terakhir, membangun kesadaran praktik kedermawanan Islam (Filantropi Islam) yang terus diperkuat dan dilakukan secara sukarela melalui zakat, sedekah, dan berbagai program sosial. Upaya ini berkontribusi pada pemerataan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang membutuhkan. Hal tersebut diatas menjadi penting untuk kita laksanakan sebagai umat Muslim, karena kita dituntut tidak hanya beribadah secara ritual saja, tetapi juga menata pola hidup yang lebih bijak dan sesuai dengan prinsip Islam.
Mari resapi bersama. Ada yang harus di rawat dengan baik, namanya hubungan dengan Tuhan dan manusia, energi, visi misi hidup dan kesehatan. Ada yang harus di latih sampai mahir, namanya kesabaran, daya juang, rasa syukur, empati, kemauan belajar, kejujuran, rasionalitas dan berbuat baik. Ada yang harus di lepas, namanya ekspektasi sosial, kebahagiaan bersyarat, kekhawatiran pada hal-hal yang ada di luar kendali. Supaya bisa menjalani hidup dengan tenang. Bersedih sekedarnya saja, karena untuk menjadi manusia yang sempurna, hanya dapat di tempuh dengan senyuman semata. Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1446 H/2025 M. Minal Aidhin wal Faizin. Mohon Maaf Lahir dan Bathin.